Minggu, 07 Agustus 2011

Kembali pada Islam yang diajarkan Rasulullah

assalamualaikum blogger yang budiman, jadi kemaren ane sharing sama senior ane yang udah sukses kuliah S2, dan S3 nya di university of maryland ,ternyata dia suka nulis juga,ane belajar banyak dari die :D, ini ada 1 artikel di blognya yang menurut ane bagus banget buat di share,karena saat ini sudah mulai banyak ajaran Islam yang melenceng dari yang seharusnya, (nb: ane udah megang izin copy dari yang bersangkutan :D he said "teruskanlah menyebar ilmu karena itu akan jadi amal Jariah"), silahkan disimak semoga bermanfaat :)


Dewasa ini, Islam adalah agama yang menjadi momok bagi masyarakat luas. Banyaknya kasus pengeboman area-area tertentu, kemudian ditambah lagi penampilan “nyentrik” dari para muslim dan muslimah yang taat, membuat situasi semakin memanas. Masyarakat semakin mendikotomikan orang-orang yang mereka bilang sebagai “Islam garis keras” dengan komponen masyarakat yang lain. Suasana yang tidak sehat ini membuat banyak komponen masyarakat, baik itu di negara yang mayoritasnya adalah muslim maupun non-muslim, semakin takut mempelajari Islam. Mereka takut karena mereka tidak mau dianggap sebagai bagian dari Islam garis keras tersebut. Alhasil, para pemuda dan pemudi Islam semakin takut mempelajari agamanya sendiri, sedangkan para pemuda dan pemudi non-Islam semakin benci kepada Islam, dan menjadi paranoid dengan hal-hal yang berbau dengannya. Fenomena ini disebut oleh banyak orang dengan istilah Islamophobia. Contoh yang terjadi baru-baru ini di Murfreesboro, Tennessee, tentang protes masyarakat setempat atas pembangunan masjid di daerah tersebut, adalah contoh nyata bahwa prasangka buruk tentang Islam sudah merebak di masyarakat di belahan manapun di dunia ini.
Selain menimbulkan dampak besar bagi pemeluk agama lain dengan membenci Islam, anggapan bahwa “Islam adalah ancaman” juga telah menimbulkan kerugian pada orang-orang Islam sendiri. Karena dunia menghakimi para muslim yang berjenggot tebal, yang menghabiskan banyak waktunya di masjid dan organisasi Islam, maka umat muslim yang lain, yang tidak berjenggot tebal dan yang tidak menghabiskan banyak waktunya di masjid dan organisasi Islam, semakin merasa bahwa pandangannya adalah yang paling benar. Cukuplah menjadi orang-orang Islam seperti kebanyakan, tidak perlu menjadi terlalu alim sehingga dicap sebagai seorang ekstrimis. Secara tidak sadar, mereka puas dengan keislaman mereka saat itu, dan mereka menganggap enteng ajaran-ajaran agama Islam. Mereka secara perlahan menjadi umat Islam yang merasa cukup dengan hanya bersandar pada apa yang diajarkan oleh pendidik mereka di sekolah, atau apa yang dilakukan oleh keluarga mereka di rumah secara tradisi, tanpa melakukan usaha (atau “riset”) untuk lebih mempelajari Islam secara mandiri dan dengan niat sendiri.
Yang lebih parah lagi adalah fenomena orang tua yang melarang anaknya untuk ikut kajian-kajian Islam secara serius karena takut anaknya terjerumus ke dalam Islam garis keras. Para orang tua memang memiliki niat yang baik. Mereka tidak mau masa depan anaknya hancur karena ikut gerakan-gerakan Islam ekstrimis. Para orang tua adalah orang-orang yang bijak. Mereka bersikap seperti itu karena mereka melihat fakta lapangan menunjukkan seperti itu. Banyak siswa dan mahasiswa yang menjadi putus sekolah dan kuliah karena mereka lebih memilih untuk berjuang dalam Islam. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan lagi, mereka menghilang begitu saja tanpa mengabari orang tuanya, ketika mereka bergabung dengan golongan-golongan Islam ekstrimis. Maka, sangat wajar jika para orang tua melarang anak-anak mereka seperti itu.
Namun, kita harus bertanya, “Benarkah itu semua?” Benarkah Islam adalah agama yang penuh kekerasan dan teror? Benarkah aktif di kegiatan-kegiatan Islam, organisasi-organisasi Islam, mendekatkan diri dengan komunitas Islami, atau bahkan sekedar menjadi alim dan mempelajari Islam dengan serius, membuat seseorang menjadi ekstrimis?
Untuk menjawab itu semua, kita harus memiliki prinsip berikut. Bedakan antara mana yang merupakan ajaran Islam yang sesungguhnya, dan mana yang merupakan pandangan atau aliran individu/kelompok. Seperti yang kita tahu, banyak aliran atau pola pemikiran di dalam masyarakat muslim. Tanpa bermaksud mendikotomikan umat Islam, kita bisa melihat bahwa selain perbedaan sunni dan shi’ah, ada juga Islam fundamental, Islam liberal, wahhabi, sufi, dan sebagainya. Masing-masing dari mereka berbeda satu sama lain. Pertanyaan paling alamiah menanggapi banyaknya aliran pemikiran ini adalah, “Mana yang benar?”
Islam yang sesungguhnya adalah Islam yang diajarkan dan dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. No doubt about it!
Berbekal prinsip tersebut, mari kita menganalisis sejenak. Ketika Rasulullah membangun peradaban Islam pertama di dunia, dengan pusatnya adalah Madinah, di mana kala itu masyarakat di kota tersebut terdiri atas umat Islam sendiri, umat Kristen, dan umat Yahudi, apakah Rasulullah menyuruh para sahabat untuk mengganggu umat non-Islam? Apakah pernah terjadi kasus pembantaian atau kekerasan pada umat Kristen dan umat Yahudi kala itu? Apakah masyarakat non-Islam yang berada di Madinah merasa tidak nyaman hidup di tengah-tengah kaum muslimin?
Jawabannya, tidak. Ini yang harus dicontoh oleh kita yang mengaku dan ingin menjadi umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Lalu, kita bisa bertanya, bagaimana dengan kewajiban jihad? Bukankah Rasulullah menyuruh kita untuk berjihad, dan beliau sendiri berperang secara fisik melawan kaum non-Islam? Bukankah dalam sejarah Islam banyak terjadi peperangan yang menewaskan banyak orang-orang non-Islam?
Menurut pengetahuan saya yang masih terbatas ini, jihad tidak cuma peperangan secara fisik. Di Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, kita diwajibkan untuk berjihad. Di sini ada perbedaan pendapat di antara para ‘ulama. Ada yang menyebutkan bahwa makna jihad itu cuma peperangan secara fisik, ada juga yang berpendapat bahwa makna jihad adalah segala perjuangan dan usaha kita di jalan Allah dan untuk Allah. Jihad yang berbentuk peperangan fisik memiliki nama tersendiri: qital. Jadi, di sini para ‘ulama berbeda pendapat apakah yang dimaksud jihad itu adalah cuma qital, atau qital cuma salah satu bentuk jihad. Namun, yang pasti, para ‘ulama setuju bahwa jihad adalah wajib hukumnya bagi umat Islam.
Jadi, apakah kita diharuskan untuk memerangi kaum non-Islam, dalam rangka jihad?
Untuk menjawab ini, mari kita melihat lagi kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Di bawah kepemimpinan beliau, umat Islam melakukan beberapa peperangan dengan kaum kafir Quraisy. Itu adalah jihad qital, karena mereka para muslimin berperang di jalan Allah, untuk menegakkan agama Allah, dan memberantas kejahiliyahan dan kemungkaran yang dilakukan oleh kaum Quraisy. Itu adalah perang. Dan yang namanya perang, pasukan dari kubu yang satu bertemu dengan pasukan kubu yang lain. Pasukan Islam tidak membunuh warga sipil dari kaum Quraisy. Tapi mengapa harus perang? Mengapa Rasulullah harus memerangi kaum Quraisy? Jawabannya sudah saya sebutkan tadi, bahwa ini dilakukan untuk memberantas kefasikan yang dilakukan oleh kaum tersebut, padahal Rasulullah sudah mengajak mereka kepada kebenaran.
Kemudian, di masa Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam memerangi bangsa Persia dan bangsa Byzantine, dua bangsa superpower kala itu. Bayangkan, umat Islam yang basis kekuatannya cuma berawal dari satu kota kecil Madinah, sudah berani mengajak berperang dan bahkan mengalahkan dua bangsa yang kita semua tahu adalah bangsa yang memiliki militer kuat, kebudayaan yang tinggi, dan daerah kekuasaan yang luas. Ini menunjukkan bahwa selama kita berpijak pada kebenaran sejati, Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang harus kita takutkan di dunia ini. Tujuan memerangi bangsa tersebut adalah sama, untuk memberantas kejahiliyahan yang dilakukan oleh mereka. Tapi kita tidak melakukan aksi terorisme terhadap kedua bangsa superpower tersebut. Tidak ada ceritanya turis dari Persia atau turis dari Byzantine yang berkunjung ke Madinah, dibantai secara keji oleh umat Islam. Peperangan antara Islam dan Persia, maupun antara Islam dan Byzantine, dilakukan dengan jantan. Pasukan militer bertemu dengan pasukan militer. Jadi jelas bahwa Rasulullah tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk melakukan aksi terorisme.
Yang perlu diingat lagi adalah umat Islam saat itu tidak serta merta memerangi Persia dan Byzantine. Rasulullah mengirimkan surat terlebih dahulu kepada penguasa di kedua bangsa tersebut, mengajak mereka kepada kebenaran. Kembali kepada jalan lurus, yaitu jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kesimpulan yang bisa kita peroleh dari hal ini adalah bahwa sangat penting sekali bagi kita untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis. Islam yang sebenarnya adalah Islam yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Oleh karena itu, mari kita berusaha mempelajari, mencari tahu, melakukan riset untuk mengetahui mana yang memang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah, dan mana yang tidak. Ketika kita menemui sebuah hal yang meragukan, lebih baik kita meninggalkan hal tersebut.
Dari Abu Muhammad, Al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kesayangan beliau radhiallahu ‘anhu telah berkata, “Aku telah menghafal (sabda) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ‘Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu, bergantilah kepada apa yang tidak meragukan kamu.’”
(HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Ini adalah Hadis Hasan Shahih.”)

source : http://alminaret.wordpress.com/2011/03/28/kembali-pada-islam-yang-diajarkan-dan-dicontohkan-oleh-rasulullah/



thankyou buat kak Andy octavian Latief semoga berkah selalu ya kak, sukses disana dan bawa harum nama Indonesia,terutama Fisika UI :)

2 komentar:

  1. Jazakillahu khairan sister, makasih banyak atas doanya. May Allah reward you. Semangat!

    BalasHapus
  2. hhahhahahahahaha makasih lo kak andy :) ,ditunggu tulisan tulisan yang luar biasanya :)

    BalasHapus